Senin, 20 Mei 2013

Dampak Stigma dan Diskriminasi terhadap Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV & AIDS



Kasus baru AIDS di Indonesia sepanjang tahun 2012 hingga September lalu mencapai lebih dari 3500 kasus. Pada kasus baru ini mengakibatkan kematian pada 500-an orang dengan HIV/AIDS atau ODHA. Angka-angka ini terungkap dalam temu media Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi untuk peringatan Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember.
Nafsiah menjelaskan pola penularan tertinggi kasus HIV/AIDS pada 2012 melalui transmisi seksual dengan angka sekitar 82 persen. Data kasus AIDS menurut jenis kelamin, tambah Nafsiah, adalah 62 persen pada laki-laki dan sisanya perempuan.
Berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS telah dilakukan oleh Pemerintah, namun permasalahan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA tampaknya masih merupakan isu penting yang menjadi sorotan. Stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA seringkali menjadi hambatan dalam upaya menurunkan prevalensi HIV dan AIDS.
1. Stigma dan Diskriminasi di Lingkungan Individual
HIV dan AIDS masih memiliki citra yang menakutkan di kalangan masyarakat khususnya pada ODHA sendiri, selain karena faktor cara penularannya, AIDS dianggap sebagai vonis hukuman mati. Orang yang pertama kali terdiagnosis HIV dan AIDS seringkali merasa depresi, takut, gundah dan putus asa. Hal ini menyebabkan ODHA melakukan stigma dan diskriminasi terhadap dirinya sendiri.
2. Stigma dan Diskriminasi di Lingkungan Keluarga
Stigma dan diskriminasi di lingkungan keluarga masih sering terjadi hingga saat ini walaupun sudah mulai terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan terjadi seiring dengan mulai bertambahnya pengetahuan masyarakat mengenai HIV dan AIDS.
Contoh tindakan stigma dan diskriminatif yang terjadi di lingkungan keluarga diantaranya adalah pengucilan atau pembuangan ODHA ke tempat terpencil di luar kota, pengucilan ODHA dari daftar waris keluarga, pemisahan alat mandi dan alat makan di rumah, serta tuntutan perceraian dari pasangan.
3. Stigma dan Diskriminasi di Lingkungan Komunitas
Seperti halnya pada lingkungan keluarga, stigma dan diskriminasi di lingkungan komunitas pun telah banyak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat saat ini telah menerima ODHA sebagai bagian dari komunitas. Tindakan diskriminatif yang sebelumnya ada seperti pengucilan, tidak mau berjabat tangan atau melakukan kontak dengan ODHA masih ada di tengah-tengah masyarakat, namun menunjukkan banyak perubahan sikap dan perilaku ke arah yang   lebih baik. Pengakuan beberapa ODHA yang sudah mau membuka statusnya kepada masyarakat menyatakan bahwa mereka tidak lagi menemukan kesulitan untuk berbaur dan bersosialisasi dengan masyarakat. Senada dengan pengakuan tersebut, narasumber lainnya juga menyatakan bahwa saat ini tingkat toleransi masyarakat terhadap ODHA saat ini semakin tinggi. Menurut narasumber, hal ini diakibatkan oleh peran serta LSM dan masyarakat yang turut serta membantu pemerintah dalam sosialisasi HIV dan AIDS.
4. Stigma dan Diskriminasi di Lingkungan Institusi
Institusi dapat dibagi dalam beberapa macam diantaranya institusi pendidikan, institusi pekerjaan serta institusi kesehatan. Stigma dan diskriminasi di berbagai lingkungan institusi , terbilang masih tinggi dan menimbulkan banyak hambatan.
Di institusi pendidikan, banyak ODHA anak dan anak dari ODHA yang tidak mau lagi melanjutkan pendidikan karena mendapat perlakuan yang berbeda dari guru maupun rekan sesama siswa. Lebih buruk lagi, masih banyak institusi sekolah yang tidak mau menerima ODHA anak atau anak ODHA untuk bersekolah di institusinya.
Di Institusi pekerjaan, saat ini banyak perusahaan swasta maupun BUMN yang mengharuskan pelamarnya melakukan tes diagnostik HIV. Bila hasilnya positif, maka pelamar tentu saja tidak diterima bekerja. Tindakan lainnya adalah mencutikan pegawai ODHA dalam waktu yang tidak terbatas, pemecatan secara sepihak, tidak mendapatkan jaminan kesehatan tenaga kerja dan sebagainya.
Di Institusi kesehatan pun masih banyak terjadi tindakan diskriminatif walaupun kebanyakan tenaga kesehatan telah memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai HIV dan AIDS. Tindakan diskriminatif ini antara lain adalah tes diagnostik HIV tanpa informed consent kepada pasien yang akan dilakukan tindakan operatif, tenaga kesehatan tidak mau melakukan kontak fisik seperti jabat tangan dan pemeriksaan fisik dasar dengan ODHA, tenaga kesehatan tidak mau mengambil sampel darah ODHA dan sebagainya.
5. Stigma dan Diskriminasi di Lingkungan Kebijakan
Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS saat ini jumlahnya sangat banyak, namun belum ada kebijakan yang secara spesifik mengatur stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Kebijakan yang ada pun dinilai kurang sosialisasi ke masyarakat umum, sehingga yang mengetahui kebijakan tersebut hanya pemerintah. Kebijakan pun dinilai hanya sebagai aturan tertulis, namun implementasinya di lapangan sangat berbeda.
Contohnya ialah kebijakan yang menyatakan bahwa perusahaan tidak boleh memecat karyawan ODHA. Pada kenyataannya, sampai saat ini masih banyak ditemui kasus karyawan dipecat karena terdiagnosis HIV. Kebijakan lainnya ialah pelarangan pemeriksaan HIV pada pelamar kerja. Kenyataannya, masih banyak perusahaan yang meminta pelamar kerja untuk melakukan tes HIV terlebih dahulu sebelum diterima kerja.


Beberapa jurnal dan artikel yang membahas mengenai stigma dan diskriminasi menyatakan bahwa stigma dan diskriminasi mengakibatkan kecemasan dan ketakutan ODHA untuk membuka statusnya. Hal ini dikemukakan oleh Busca dalam literatur review yang berjudul Chalenging Stigma and Discrimination in Southeast Asia, Duffy dalam jurnal berjudul Suffering, Shame and Silence: The Stigma of HIV/AIDS, Holzemer dalam jurnal berjudul Managing AIDS Stigma serta review paper yang dikeluarkan oleh UNDP yang berjudul HIV Related Stigma and Discrimination in Asia.(8-11) Populasi rawan pun merasa takut untuk menjalani tes diagnostik disebabkan oleh ancaman stigma dan diskriminasi. Hal ini menjadikan penghalang bagi ODHA dan populasi rawan untuk menjangkau ketersediaan pelayanan kesehatan.
Di Kota Bandung, terjadi pula hal serupa. Beberapa WBP ODHA yang menghuni Lapas Kelas IIA Banceuy menyatakan bahwa di saat ia kelak akan dibebaskan, ia tidak ingin membuka statusnya bahkan kepada keluarga. Ia memilih untuk kelak menghentikan terapi ARV daripada harus membuka statusnya kepada masyarakat. Ada pula ODHA anak yang memilih menghentikan pengobatan ARV akibat sering diolok-olok di sekolah dan menjadi bahan pergunjingan oleh guru dan sesama siswa. ODHA lainnya menyatakan bahwa status hanya dibuka pada orang-orang terdekat yang peduli terhadap kehidupannya dan menolak membuka status pada masyarakat umum karena takut akan mendapat stigma dan diskriminasi dari lingkungan.
Hal-hal seperti ini mengakibatkan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS  menjadi lebih sulit. Busza dalam literatur review yang berjudul Chalenging Stigma and Discrimination in South East Asia menjelaskan bahwa stigma dan diskriminasi telah menjadi penghalang bagi ODHA untuk mengakses pelayanan kesehatan yang optimal. Stigma dan diskriminasi menyebabkan ODHA enggan untuk berkonsultasi, menolak mendapatkan pelayanan kesehatan serta takut untuk membuka status. Dikhawatirkan stigma dan diskriminasi justru akan membuat prevalensi HIV dan AIDS semakin tinggi.

Berbagai upaya untuk mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA telah dilakukan oleh berbagai pihak terutama oleh Pemerintah Kota Bandung bekerja sama dengan berbagai instansi dan LSM. Program yang telah berjalan hingga saat ini adalah:
1. Program HEBAT (Hidup Sehat Bersama Sahabat), yaitu pengadaan materi kesehatan
reproduksi dan HIV/AIDS ke dalam kurikulum mata pelajaran BK di 10 Sekolah
Menengah Pertama di Kota Bandung.
2. Warga Peduli AIDS, yaitu sosialisasi HIV/AIDS kepada tokoh masyarakat dan
masyarakat luas di Kota Bandung.
3. KIE HIV/AIDS oleh berbagai pihak, baik oleh berbagai Dinas maupun oleh LSM di
berbagai tempat.
4. Pelatihan tenaga kesehatan dimana salah satu materi yang diberikan adalah mengenai
stigma dan diskriminasi.

Sumber :
1. jurnal Stigma dan Diskiminasi terhadap ODHA di Kota Bandung oleh Eka Nurhayati dkk.
2. Radio Pelita Kasih Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger