Jumat, 31 Agustus 2012

Pendidikan Seksual untuk Remaja

-->
Remaja merupakan kelompok usia masa yang kritis, karena pada usia tersebut secara biologis berada pada kondisi seksual produktif aktif, sementara belum memungkinkan remaja untuk menikah, selain masih dalam tahap pendidikan juga belum siapnya dari segi psikologis maupun ekonomis. Agar remaja tidak jatuh dalam perilaku seksual bebas maka perlu mendapat perhatian serius salah satu diantaranya adalah pendidikan seksual remaja dan kesehatan reproduksi. Selama ini problem remaja banyak terlupakan karena usaha penanggulangan dan pencegahan PMS akibat dari seksual bebas lebih banyak ditujukan kepada kelompok resiko tinggi lainnya, seperti pada pekerja seks dan kaum homo seksual. Oleh karena itu kelompok remaja perlu mendapatkan informasi atau pengetahuan kesehatan khususnya mengenai reproduksi dan permasalahannya, sehingga perilaku seksual bebas dapat terkendali dan kelompok remaja menjadi generasi mudaa bangsa yang sehat dan berkualitas.
Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap menjadi salah satu persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil keputusan. Informasi kesehatan reproduksi (kespro) pada remaja harus ditingkatkan, agar kelompok kaum muda yang sedang tumbuh berkembang ini dapat memperoleh sumber informasi yang benar. Karenanya, semua remaja memerlukan dukungan dan perawatan selama masa transisi dari remaja menuju dewasa.
Banyak media massa, seperti internet,  televisi,   koran atau majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada remaja. Sementara itu, walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif,  namun dalam kenyataannya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar.  Untuk itu,  peran sekolah, orang tua,    media massa maupun pemerintah adalah memikirkan dan membuat program pendidikan seksual untuk remaja. 
Pendidikan seks bukanlah sekedar penerangan tentang seks (atau hubungan seks), melainkan sebagaimana pendidikan lainnya (pendidikan agama, pendidikan pancasila) pendidikan seks juga mengandung nilai-nilai (baik buruk, benar salah) yang harus ditransformasikan kepada subyek didik. Nilai-nilai inilah (yang berorientasi pada agama, etika dan susila) yang akan mencegah perilaku seks yang tidak bertanggung jawab (bukan malah mendorongnya). Laporan statistik di AS (1989) misalnya menunjukkan bahwa di negara tersebut telah terjadi penurunan angka kelahiran di luar nikah di kalangan remaja kulit hitam sebanyak 20 % sejak tahun 1989. Hal ini disebabkan oleh karena para remaja, orang tua dan guru sudah semakin terbuka membicarakan tentang seks, sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan (Edwards, 1998).
Secara umum, kita dapat mengatasi problem dunia remaja itu dengan beberapa langkah. Pertama, mengembangkan potensi remaja dan mengarahkannya menjadi lebih optimal melalui kegiatan dan pemantauan secara terus menerus. Kedua, mengajarkan kedisiplinan, ketekunan, kemandirian, dan tanggungjawab dalam menjalankan berbagai hal. Ketiga, menanamkan nilai-nilai akhlak al-karimah sejak dini, serta memberikan keteladanan yang utuh dan mampu menginspirasi dan memberdayakan mereka. Keempat, membangun komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak, sesama dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, dan kelima, mengenalkan pendidikan seks yang benar dan Islami kepada anak.
Dari kelima hal di atas, mendidikan anak usia remaja memang membutuhkan sikap yang elastis. Artinya, orangtua yang bijak tentu akan mengambil sikap yang berimbang. Ada saatnya ia berperan layaknya sahabat tempat berbagi perasaan dan gagasan. Ada kalanya ia berlaku sebagai guru yang memandu dan membimbing. Ada saatnya menerapkan disiplin yang tegas. Ada kalanya ia memberi kebebasan yang lapang kepada anak-anak remajanya. Hal ini tentu merupakan sebuah tugas yang menuntut pemahaman yang memadahi dan hati yang tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger