Selasa, 04 Maret 2014

Kematian Prematur Akibat Merokok, Generasi Muda Paling Dirugikan

JAKARTA, bkkbn online
Merokok merupakan penyebab tunggal kematian utama yang dapat dicegah. Namun, konsumsi rokok masih sulit dikurangi karena sudah menjadi hal yang umum karena harganya yang relatif terjangkau, pemasaran yang tersebar luas dan agresif, kurangnya pengetahuan akan bahaya yang ditimbulkan, serta inkonsistensi kebijakan publik terhadap pengendalian bahaya merokok terhadap kesehatan. 
“Kematian prematur karena merokok biasanya terjadi rata-rata 15 tahun sebelum umur harapan hidup tercapai. Tahun 2010 diperkirakan terdapat 6 juta orang di dunia meninggal, termasuk 196.260 orang di Indonesia yang meninggal akibat penyakit terkait merokok,” kata Direktur Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Senin (3/3).
Umumnya penyakit yang terkait dengan merokok memerlukan waktu bertahun-tahun untuk timbul setelah perilaku merokok dimulai, sehingga epidemi penyakit terkait merokok dan jumlah kematian di masa mendatang  akan terus meningkat. 
Selain berdampak buruk bagi kesehatan perokok itu sendiri, asap rokok orang lain (AROL) juga berbahaya bagi kesehatan orang di sekitarnya yang menjadi perokok pasif.  AROL adalah gabungan antara asap yang dikeluarkan oleh ujung rokok yang membara dan produk tembakau lainnya serta asap yang dihisap oleh perokok.
AROL merupakan penyebab 600.000 kematian dini setahun. Pada asap rokok terdapat 4000 zat kimia, diantaranya 250 beracun dan 60 bersifat karsinogenik. Tidak ada batas aman untuk AROL. Perokok pasif  perempuan di Indonesia 62 juta dan laki-laki 30 juta. Anak usia 0- 4 tahun yang terpapar AROL sebesar 11,4 juta anak. 
 Sedangkan perokok pasif mempunyai risiko terkena penyakit kanker 30 persen lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok, juga terkena penyakit jantung iskemik yang disebabkan oleh asap rokok. “Tetapi, usia produktif itu harus sehat dan berkualitas. Pada kenyataannya, anak-anak, generasi muda bangsa dewasa ini adalah yang paling dirugikan dari bahaya akibat merokok,” ujarnya.
Menyoal kualitas kesehatan yang menurun akibat rokok tersebut, Tjandra Yoga mengingatkan bahwa Indonesia mulai memasuki  masa bonus demografi puncaknya pada 2028 - 2030.  Pada puncak bonus demografi itu, akan terjadi angka ketergantungan yang paling rendah yaitu 46,9. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung beban sebanyak 46,9 (atau dibulatkan menjadi 47) penduduk usia non produktif yaitu penduduk usia di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun. 
Besarnya angka usia produktif  dibandingkan non produktif itu sekitar dua banding satu. Kondisi ini  merupakan modal besar pembangunan. Negara Cina misalnya, telah memanfaatkan saat bonus demografi mereka pada peningkatan pertumbuhan ekonominya.  “Bagaimana dengan Indonesia, kalau generasi mudanya, kesehatannya buruk akibat merokok,” kata Tjandra.
Namun, bonus demografi tidak otomatis dapat meningkatkan produktivitas nasional yang dapat mendorong kesejahteraan rakyat.  Untuk mengoptimalkan bonus demografi sebagai peluang kesejahteraan rakyat, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu kualitas kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan keterampilan, pengendalian laju pertumbuhan penduduk, dan dukungan kebijakan ekonomi.
Tjandra mengatakan, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya penanggulangan masalah merokok, antara lain melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum termasuk melalui berbagai media elektronik, edukasi kepada kelompok-kelompok tertentu seperti LSM/asosiasi petani tembakau maupun advokasi kepada DPR-DPRD dan Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mendukung penerapan PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif.
Pihaknya juga melakukan koordinasi dengan lintas Kementerian terkait antara lain dengan Kementerian Keuangan dalam pemanfaatan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan pajak rokok bagi kesehatan; dengan Kementerian Dalam Negeri dalam mewujudkan dan mengawasi pelaksanaan KTR; Kementerian komunikasi dan Informasi dalam Pengendalian Iklan Rokok, Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam mengantisipasi interference dari industri rokok.(kkb2)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger